Adelia, Aku, dan juga Korea

Rabu, 10 Oktober 2012



Jumat malam, pelataran kostku, Tabaria.


Tuk…tuk…tuk…

Pintu diketok.

“Abdi,…Abdi…”

Terdengar suara seseorang dari luar memanggil namaku. Suara itu begitu pelan, agak samar-samar. Aku tahu dan kenal suara itu, siapa lagi kalo bukan Adelia, si penyanyi yang selalu manggung di kamarku hingga larut malam, yang membanggakan dirinya bahwa ia punya suara setinggi awan. Sampai-sampai pendengarnya membludak hingga ke kamar tetangga. Betul-betul gigantic.

Adelia juga suka menjuri kami dan teman-teman ketika bernyanyi. “Suara kamu kok keluarnya lewat hidung, nggak bagus. Kamu merusak nada saja…”. OMG, temanku sampai berulang kali bernyanyi untuk memperbaiki suaranya. Itu adalah salah satu kasus dari penjuriannya. Ia kadang-kadang mengatakan bahwa ia sepatutnya disejajarkan dengan penyanyi-penyanyi papan atas seperti Once dan Sandi Sandoro. What??? Are you nuts?

Oh no. Kenapa Adelia yang menjadi topikku kali ini. No way. Bakalan memakan waktu tujuh hari tujuh malam jika kita ngomongin tentang Adelia secara keseluruhan. Let’s move then.

Adelia kembali mengetuk pintuku.

“Abdi, kamu belum tidur?”

“Masuk…” Jawabku pelan.

Kalo dilihat jawabanku, nyambung bangat ya. Hahaha. Tapi begitulah, dewasa ini bahasa semakin berkembang, register-register ataupun variasi bahasa juga banyak. Jika kita berpijak pada inti komunikasi maka tidaklah salah bahasa model apapun yang anda gunakan, yang penting si pendengar mengerti apa yang anda bicarakan. Bahasa kan arbitrer…, terserah kau ingin membuat bahasa model apapun.

Adelia membuka pintu dan masuk. Ia menyimpan tasnya begitu saja dengan gaya seperti orang yang kelelahan setelah kerja nonstop 24 jam.

“Kamu dari mana?”

“Dari rumahnya siswaku, di Antang” Jawabnya lirih.

“Eh, Idul kemana ya? Di rumah sebelah?” Adelia balik bertanya.

“Mmm…mungkin, karena tadi aku lihat dia keluar, tapi gak tau kemana.”

OK then, aku mau ke sebelah dulu.”

Aku cuma mengangguk dengan pandangan masih tertuju pada layar laptop. Aku sejak tadi menonton film di laptopku untuk membuang kegundahan dan keletihan. Kedatangan Adelia sebenarnya bisa dikatakan mengganggu ketenanganku. Tapi begitulah__sudah menjadi kebiasaan bagiku diganggu oleh Adelia yang biasanya datang tengah malam dan biasanya untuk tujuan konser di kamarku.

Adelia akhirnya meninggalkan kamar kostku menuju ke tetangga sebelah. Aku tidak tahu apa yang akan dibuatnya disana. Mungkin ia akan konser atau berceramah, atau bisa saja berpidato disana. Adelia bisa saja kujuluki “Macan Podium Kedua” setelah almarhum bapak angkatku. Karena jika ia telah “bercakap”, maka hati-hatilah, retorika bermadu dan beracunnya akan keluar.

Aku yang sejak tadi sibuk nonton film sebenarnya tidak begitu perduli dengan kedatangan Adelia kali ini. Aku sedang fokus menonton film. Itu alasannya. Dan kini, setelah keluarnya Adelia, aku bisa kembali lagi menonton filmku, film yang terkesan begitu lucu dan kadang-kadang membuat aku terkekeh-kekeh sendiri di kamarku.

Kurang lebih satu jam berlangsung, filmku end. Setelah mematikan laptop, aku mengambil bantal dan berbaring-baring sebentar sekedar untuk rehat sejenak. Belum beberapa menit berjalan, sayup-sayup kudengar namaku disebut seperti sebelumya, dengan suara yang sama.

“Abdi…Abdi…”

“Ia, masuk.”

Adelia menampakkan diri di depan pintu. Ternyata jadwal berpidatonya di rumah tetangga telah selesai. Kini Adelia kembali ke kamarku untuk membuat jadwal baru special untuk kamarku: berpidato lagi atau bisa saja membuat big concert. Tapi tidak begitu, ia malah berbaring dan berbagi cerita tentang siswanya di Antang.
Setelah begitu lama pembicaraan berlangsung, Adelia tiba-tiba kepingin konser. Aku langsung mengambil gitar yang selalu aku sandarkan di sudut kamarku dan mulai memetik senarnya, mengalunkan melodi-melodi yang menurutku tidak akan mengganggu siapapun karena malam telah beranjak jauh pergi.

Dari mulut Adelia, sayup-sayup terdengar lagu yang ia nyanyikan. Ia mulai bernyanyi…

“…Haneure bitnadon byori, Jo molli bitnadon byori, nemame neryowannabwa…”

Lagu yang tidak asing bagi Korean lovers saat ini mulai mengalun. Ya, siapa lagi yang tidak mengenal lagu tersebut. Lagu dari Kang Ming Hyuk, sekaligus lagu yang menjadi salah satu soundtrack film Heart String. Telingaku juga sudah tidak asing dengan lagu tersebut, apalagi lidahku. Lagu tersebut yang selalu kunyanyikan ketika gitar telah berada dirangkulanku. Am I Korean lover? Dunno.

Aku memetik gitar, memainkan nada lagu yang dinyaikan Adelia tersebut. Dan….

“OK, aku nyanyikan, kamu petik gitarnya ya”

Adelia mulai bernyanyi-nyanyi.

“Wah keren bangat ya.” 

“Aku bakalan nyanyiin lagu ini dihadapan fatma dan membuatnya ternganga dan tergelepak-gelepak.” Kata Adelia.

Aku yang sedang memaikan gitar sengaja membuat batuk gadungan dan tersenyum-senyum ketika mendengar pernyataan Adelia tersebut. Aku bukannya menganggap remeh Adelia. Aku hanya menganggap pernyataan itu sedikit konyol.

Hmm…tapi ada yang lebih aneh lagi, tau nggak? Masa ADELIA naksir FATMA? Hahaha. That was joke. Adelia bukanlah Adelia. Adelia adalah seorang pesilat sejati yang bahkan pernah menyabet medali perak dalam kejuaraan Pencak Silat Nasional tingkat universitas se-Indonesia.

Kami terus menyanyikan lagu dari Kang Ming Hyuk tersebut. Konser malam ini betul-betul terjadi. Karena tertarik akan lagu tersebut, Adelia bahkan menyuruhku berulang-ulang memetik gitar untuknya. Adelia juga juga memintaku untuk mengajarkan chords lagu tersebut. Adelia seperti telah terkena salah satu virus dari sejuta virus Korea yang lebih berbahaya yang tersebar di benak-benak para remaja Indonesia saat ini.

Aku tidak tahu mengapa Adelia berpikiran untuk menyanyikan lagu Korea padahal sebelumnya ia adalah salah satu dari sekian orang yang anti band Korea yang ada di Sulawesi Selatan ini. “Apa itu Band Korea, suaranya semua tipikal, nyanyinya lewat hidung. Come on, penyanyi macam apa itu, ndag berkualifikasi…”. Aku masih ingat betapa bencinya Adelia terhadap penyanyi atau Band Korea beberapa saat yang lalu. Kini Adelia berubah.

Memang tak bisa dipungkiri bahwa pengaruh Korea memang luar biasa. Orang kadang-kadang menyebutnya “demam korea”. Olehnya itu saya menamakannya virus, karena cara penyebarannya dan efeknya seperti virus.

Adelia bisa saja punya alasan tersendiri mengapa ia bisa terjakit virus korea seperti mengikuti trend, tertarik, dan lain-lain. Aku tidak tahu. Aku juga mungkin salah seorang yang telah terjangkit virus Korea. Tapi yah, kalo dipikir-pikir ada untungnya juga ya aku kenal dengan Korea. Hahaha… I can’t tell you.

2 komentar:

Marhamah Hudri mengatakan...

wow, keren ceritanya, jd tau lebih banyak ttg adelia,hahahaha,,,,,,

Unknown mengatakan...

hahaha....tq udah komen... :) :)

Posting Komentar