Cerita Hari Kamis

Minggu, 07 Oktober 2012




“Hei, kamu yang di belakang…  Rambutmu tolong dicukur ya, udah panjang bangat rambutmu tuh. Kamu mahasiswa atau bukan? Dicukur nanti ya. Kamu juga, yang di sebelah sana. Kamu yang itu… Yang ini juga, yang baju merah. Rambutmu pasti panjang, tapi kamu sengaja menyisirnya kesamping…”

Itulah sedikit omelan dari Ibu Ida, dosen kami, yang telah membiarkan kami membuang-buang waktu dengan menunggunya setiap hari Kamis pagi. Hari ini kurang lebih 45 menit waktu terbuang, hingga ia menampakkan wajah innocent-nya di depan pintu kelas kami, dan memulai kuliah hari ini. Namun sebelum masuk pada materi inti, kami telah mendapat sarapan pagi yang tidak enak hari ini, omelan darinya.

Aku yang duduk di samping bagian belakang kelas, tersenyum kecil sambil menundukkan kepala, menyadari bahwa akulah yang disebut oleh Ibu Ida, ‘yang berbaju merah’. Aku sebenarnya sudah berharap sejak tadi semoga Ibu Ida tidak menyebut diriku juga sebagai salah satu penyandang rambut panjang di kelas kami. Tapi apa boleh buat, dewi fortuna kelihatannya tidak ingin berbagi kebaikan denganku hari ini. Ya, memang betul, bahkan lebih dari itu. Hari ini, sejak pagi, aku tidak bersemangat sama sekali. Beberapa hari ini memang aku terserang panas dalam yang dapat kukatakan cukup parah, dibarengi dengan kawan-kawan sebayanya: sariawan, dan sakit tenggorokan. Sudah tiga hari aku kehilangan mood-ku, begitu pula hari ini. Empat kaleng Lasegar  telah kuhabiskan namun tak ada sedikit perubahan yang bisa kurasakan. Sungguh menyiksa.

Kuliah belum dimulai, masih terjadi “chatting-chatting segar” antara kami dan Ibu Ida sambil menunggu Danz, ketua kelas kami yang sedang mem-fotocopy materi kuliah yang akan didiskusikan nanti. Ibu Ida terus berceloteh, dan…
“Hei, kamu yang memakai jaket. Tolong dibuka jaketmu ya. Anak kuliah sekarang ada-ada saja.”
Aku yang sejak tadi serius mendengarkan celoteh-celoteh Ibu Ida langsung memalingkan pandangan, menatap kemana omelan Ibu Ida ditujukan. Teman kami, Dhanul, mendapat sarapan pedas yang sama yaitu teguran dari Ibu Ida.

“Iya, Bu”.
Itulah seonggok kata yang keluar dari mulut Dhanul, meyakinkan Ibu Ida bahwa ia akan melepaskan jaketnya. Dari depan pintu, Danz yang sejak tadi ditunggu-tunggu telah muncul dengan gaya ‘lemah gemulainya’, membawa lembaran-lembaran materi untuk kuliah kami. Kuliah hari ini langsung dimulai.
“Hari ini kita akan belajar tentang Men-summarize artikel… Silakan baca atribut-atributnya di bawah, bagaimana men-summarize sebuah paragraf atau artikel.” Ibu Ida menjelaskan.
“Kemudiah lihat contohnya di halaman sebelah..” Lanjut Ibu Ida.

Kuliah Ibu Ida hari ini berlangsung seperti biasa. Tak ada yang fantastis menurutku. Aku hanya menyukai aksen-aksen bahasa Ingrisnya yang sounds so cool. Ibu Ida kadang-kadang membenarkan pengucapan bahasa inggris kami yang salah atau yang over. Over maksudnya bahwa kami kadang-kadang membuat pronounciation yang lebih aneh dari bahasa Inggris yang sebenarnya. Ketika membenarkannya, disitulah ia menampakkan aksen kebarat-baratannya pada kami.  And I guess that’s so cool.

Waktu berjalan tak begitu terasa. Ibu Ida akhirnya menutup pertemuannya kali ini, meninggalkan kelas, dan berlalu menghilang dari depan pintu kelas kami. Kami langsung bubar dengan aktifitas masing-masing, sambil menunggu datangnya dosen kedua hari ini, dosen yang lebih cool  lagi dengan teori-teori psikologi serta cerita-ceritanya yang selalu membuat kami terpana, ternganga, dan tertawa terbahak-bahak, seperti bahasa gaul orang Barat, “LOL”.

Kuliah hari ini sungguh menyenangkan, namun di sisi lain ada pula hal-hal yang tak menyenangkan. Seperti yang terjadi pada diriku, yang kehilangan mood sejak dari jam pertama, selalu menguap ketika kuliah berlangsung, dan mengantuk. Juga yang terjadi pada teman-temanku, yang mendapat teguran, apalagi yang terjadi pada salah seorang temanku, Ayuni, yang got accident di jalanan dekat kampus tetangga. Ia akhirnya harus menunda kuliahnya hari ini dengan wajah yang tersedu-sedu disertai air mata mengalir di pipinya. Ia pula harus merelakan kulit mulusnya menjadi santapan aspal jalanan hingga menyisakan luka pada kakinya, dan di bagian siku tangannya. Hari ini memang sedikit menyedihkan. Dewi fortuna memang tidak bisa diajak kompromi untuk hari ini. Seperti yang dikatakan Daniel Powter dalam salah satu lirik lagunya, “bad day”. Yah, bad day.

0 komentar:

Posting Komentar