Samalona; Aku dan Kalian (Bagian 2)

Kamis, 11 Oktober 2012




Bidadari, Sunset, dan Malam
Matahari akhirnya kembali ke peraduannya. Berangsur-angsur cahayanya mulai terbenam di ufuk barat hingga menyisakan kilauan warna orange kemerah-merahan. Moment yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Para bidadari mulai berpose. Kami  pun ikut mengambil bagian, mengabadikan momen sunset yang indah. Setelah berfoto ria bersama sunset, kami dan para bidadari kembali ke penginapan.

Aku tidak tahu dengan apa yang dilakukan oleh bidadari-bidadari lainnya dan para Jaka Tarub. Mereka mungkin menikmati dan mengabadikan sunset di bagian depan pulau Samalona dengan kamera luxurious milik Addank yang beresolusi tinggi  dan mempunyai hasil gambar yang cukup bagus. Mungkin itu salah satu alasan mengapa Ayuni tidak bersama para bidadari di bagian belakang pantai Samalona. Ayuni mungkin telah melekatkan jiwanya dengan kamera milik Addank.

Hari telah gelap, seluruh penerangan dinyalakan oleh para pemilik penginapan. Kami akhirnya kembali berkumpul di penginapan untuk melepas lelah dan mencari air bersih untuk membersihkan diri. Aku, Mawank, Wansyach, dan Idul mencari air bersih untuk wudhu dan bersholat Magrib. Mushollah disana ternyata menyiapkan kran air untuk berwudhu. Satu persatu dari kami mulai berwudhu. Tak jauh dari situ nampak sebagian teman-teman kami sedang membersihkan diri di sumur. Ada Phank, Rini, Tanti, Ade dan teman-teman lainnya yang aku tidak bisa merecognise-nya karena hari semakin gelap dan tak ada pula penerangan di sumur tersebut.

Aku yang terakhir berwudhu hampir saja kehabisan air. Air yang mengalir di kran Musholla tinggal berupa aliran air kecil yang akan menunggu perubahannya menjadi tetes-tetes kecil. Oh My God, siksa macam apa yang kau berikan ini. Udah airnya asin, tinggal sedikit pula. Penderitaan dalam rekreasi seperti ini mengingatkanku akan perjalananku dan kawan-kawan ke Bontotiro yang terpaksa tercancel di tengah jalan karena mobil kami mogok di Jeneponto dan butuh satu hari lebih ubtuk diperbaiki. Namun penderitaan di pulau ini agak berbeda: masalah air asin. Setelah berwudhu, kami melaksanakan sholat berjamaah bersama beberapa bidadari yang ternyata sudah berada di Musholla sejak tadi. Setelah sholat kami kembali ke penginapan.

Penginapan terlihat begitu ramai. Kami kembali terkumpul setelah terpisah-pisah sebelumya. Di depan penginapan ada Ammank si “rocker” yang selalu bersama gitar. Di ruang dalam nampak sebagian teman-teman lainnya sedang menonton siaran live pertandingan bulu tangkis. Sebagian teman lainnya berceloteh di kamar dan di bagian belakang penginapan.

Aku yang sejak tadi merasa gerah terpikirkan untuk mandi. Tapi ketika mengingat air yang berasa asin dan terbatas itu, kemauanku untuk mandi seakan sirna. Aku memutuskan untuk memebersihkan diri saja.

“Mawank, kamu ndag mau mandi?”
“Akh, ndag…” Jawab Mawan.

Aku akhirnya pergi bersama Syahrini ke sumur gelap tadi yang digunakan membersihkan diri oleh teman-teman. Tak lupa kubawakan tas milik Ade Sudrajat yang udah ia pesan sebelumya melalui Phank. Betapa baiknya diriku. Oh no. Aku cuma kasihan akan Ade yang mungkin telah menjadi santapan liar nyamuk nakal disana. Ternyata tidak. Ade disana terlihat bergembira ber-show off dengan teman-temannya ketika kami datang. Setelah Rini membersihkan diri, aku pun ikut join ber-show off di sumur tersebut. Setelah mandi, aku dan Ade langsung balik ke penginapan.

Di penginapan, hidangan sederhana untuk makan malam telah dihidangkan sejak tadi. Setelah berganti pakaian aku langsung bergabung menikmati dinner malam itu ditemani Uni, Tanti, Eka Ag. dan beberapa teman lainnya yang sejak tadi belum mem-finish dinner-nya. Makanannya betul-betul terasa enak sekalipun dengan lauk sederhana seperti telur rebus dan tahu. Setelah having dinner kami kembali menikmati keindahan Samalona versi malam hari.



The Beautiful Night Ever
 “Abdi…kesini, kita nyanyi…” Lany mengajakku.
Di depan penginapan terlihat Lany dan Eka Asrianti tengah asyik beristirahat di bale-bale. Setelah mengambil gitar aku pun bergabung dengan mereka. Tak berapa lama muncul Idul, juga Ade yang ikut menyumbangkan suaranya. Tembang demi tembang mengalun bersama petikan gitar. She will be loved milik Maroon Five dan beberapa lagu barat dan indonesia menjadi tembang terindah kami malam itu. Tary dan Ahmad si “Smash Addict” juga ikut bergabung bersama kami. Ada juga Ammandk yang siap menggantikan diriku memainkan gitar.

Malam semakin bergulir, berpacu bersama waktu, namun suasana penginapan malah semakin ramai. Ramai dihiasi oleh “keributan” yang ditimbulkan oleh para pemain domino (Ayhi Reza, dkk) di ruang tamu/tengah penginapan. Kami yang berada di luar juga tengah asyik berbuat “keributan” dengan konser kecil-kecilan kami.

“Yuk ke pantai..” Wansah dan kawan-kawan mengajak.

Konser tanpa aksi panggung itu akhirnya bubar. Bersama Wansah dan beberapa teman lainnya, kami menuju pantai, menerobos kegelapan malam. Di pantai ternyata telah menunggu Idul, Dilla Young, dan Tanti. Kami pun bergabung bersama mereka.

Suasana pantai malam itu sungguh menabjubkan. Dari kejauhan nampak kelap-kelip lampu kota Makassar yang begitu indah. Taburan bintang-bintang di langit pun ikut meyemarakkan suasana. Aku benar-benar tidak pernah melihat dan merasakan hal seperti ini sebelumnya. Wonderful!

Malam itu kebersamaan kami seakan-akan benar-benar terasa. Canda dan tawa melengkapi kebersamaan kami.
“Kamu tahu apa bedanya bintang ama dirimu?” Salah seorang dari kami nyerocos.
Gak tau…”
Kalo bintang bersinarnya di langit, tapi kalo kamu bersinarnya di hatiku”
Semua orang tertawa terbahak-bahak.
“Kamu punya rumah nggak? Aku punya tangga nih. Kalo kamu mau yuk kita bikin rumah tangga.”

Luapan tawa kembali bergema. Malam itu acara “Raja Gombal” sepertinya telah berpindah lokasi ke pulau Samalona. Betul-betul…

Tak berapa lama kami ber-joking ria di pantai, Addank and the Backbone datang bergabung bersama kami dengan membawa gitar dan salah satu vokalisnya. Satu demi satu lagu mengalun bersama suara Addank and the Backbone, menghiasi indah malam itu. Tak lupa Addank juga mengabadikan moment-moment kami tersebut dengan kameranya. Ayuni dan K’ Rahman juga sempat mengabadikan pose mereka malam itu dengan latar kelap-kelip lampu kota Makassar.

Malam semakin larut. Addank and the Backbone meninggalkan kami bersama beberapa teman lainnya. Di pantai tinggallah Aku, Phank, Tary, Tanti, Ahmad, Ammank, Ade, Wansah, Anna, Uny, Mawan, dan Ardillah. Kami melanjutkan konser pantai malam itu. Ammank si “Rocker” tak ketinggalan petikan gitarnya mengiringi lagu yang kami nyanyikan bersama. Satu per satu teman meninggalkan kami. Tinggalah beberapa orang saja termasuk aku yang masih bertahan menikmati semilir angin malam pantai Samalona. Gitar bersenar empat dari Ammank akhirnya diserahkan kepadaku dan kami mulai melanjutkan konser part dua, konser puncak kami. Satu per satu lagu mengalir bersama terpaan angin. Malam itu konser kami betul-betul amazing, jebolan finalis UIN Idol pun sampe kehabisan suara ketika menyanyikan lagu “Selalu Ada” milik Black Out. Ckckck…Exaggerate. Tak ketinggalan solo performace lagu Korea yang dibawakan oleh Ade Sulmi Indrajat. Ada pula “Ariel Peterpen gadungan” yang ikut menyumbangkan lagu. Hhuh… Beautiful night ever.

Kami akhirnya meninggalkan pantai, kembali ke penginapan. Suasan penginapan masih ramai, malah lebih ramai dari sebelumnya. Beberapa teman terlihat tengah asyik bermain domino. Mereka terbagi dalam dua grup. Sebagian teman lainnya asyik menonton Indonesian Idol. Ternyata mereka belum puas dengan konser yang digelar di pantai tadi.

“ Phank, mau kemana?”
“Mau pergi makan. Ndag mau ikut?”
“Yuk..” Imbuhku.
“Jangan lupa bawa nasi bungkus.” Sambung Tary

Aku, Wansah, Tary, dan Phank langsung meninggalkan penginapan. Satu per satu penginapan yang mempunyai warung kami check, mungkin saja masih ada warung yang buka. Kami akhirnya menemukan satu warung yang masih buka.

“Bu, tolong buatkan mie kuah 3…”
“Iya, ada mie soto, ada juga rasa coto Makassar…”
“Saya coto Makassar…” Kata Wansah.

Tiga mangkok mie akhirnya dihidangkan. Kami makan ditemani dengan sedikit penerangan dari handphone milik Phank. Setelah meyumbat perut kami dengan “cacing tepung” tersebut, kami kembali ke penginapan.

Malam itu aku tidur di luar bersama Ade dan dua orang teman Ardillah. Mengapa tidak, seluruh ruangan penginapan full terisi. Hanya ada sedikit spasi yang tersisa di ruang tengah namun aku lebih memilih tidur di luar, di bale-bale. Aku masih ingin menikmati angin malam Samalona sekalipun tidur malamku tersebut sempat diganggui oleh beberapa nyamuk nakal yang hampir saja mengisap habis darah di kakiku. Exaggerate.

bersambung ke "Samalona; Aku dan Kalian (Bagian 3)

0 komentar:

Posting Komentar