Bidadari, Sunset,
dan Malam
Matahari akhirnya kembali ke peraduannya. Berangsur-angsur
cahayanya mulai terbenam di ufuk barat hingga menyisakan kilauan warna orange
kemerah-merahan. Moment yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Para
bidadari mulai berpose. Kami pun ikut
mengambil bagian, mengabadikan momen sunset yang indah. Setelah berfoto ria
bersama sunset, kami dan para bidadari kembali ke penginapan.
Aku tidak tahu dengan apa yang dilakukan oleh
bidadari-bidadari lainnya dan para Jaka Tarub. Mereka mungkin menikmati dan
mengabadikan sunset di bagian depan pulau Samalona dengan kamera luxurious
milik Addank yang beresolusi tinggi dan
mempunyai hasil gambar yang cukup bagus. Mungkin itu salah satu alasan mengapa
Ayuni tidak bersama para bidadari di bagian belakang pantai Samalona. Ayuni
mungkin telah melekatkan jiwanya dengan kamera milik Addank.
Hari telah gelap, seluruh penerangan dinyalakan oleh para
pemilik penginapan. Kami akhirnya kembali berkumpul di penginapan untuk melepas
lelah dan mencari air bersih untuk membersihkan diri. Aku, Mawank, Wansyach,
dan Idul mencari air bersih untuk wudhu dan bersholat Magrib. Mushollah disana
ternyata menyiapkan kran air untuk berwudhu. Satu persatu dari kami mulai
berwudhu. Tak jauh dari situ nampak sebagian teman-teman kami sedang
membersihkan diri di sumur. Ada Phank, Rini, Tanti, Ade dan teman-teman lainnya
yang aku tidak bisa merecognise-nya karena hari semakin gelap dan tak
ada pula penerangan di sumur tersebut.
Aku yang terakhir berwudhu hampir saja kehabisan air. Air
yang mengalir di kran Musholla tinggal berupa aliran air kecil yang akan
menunggu perubahannya menjadi tetes-tetes kecil. Oh My God, siksa macam
apa yang kau berikan ini. Udah airnya asin, tinggal sedikit pula. Penderitaan
dalam rekreasi seperti ini mengingatkanku akan perjalananku dan kawan-kawan ke
Bontotiro yang terpaksa tercancel di tengah jalan karena mobil kami
mogok di Jeneponto dan butuh satu hari lebih ubtuk diperbaiki. Namun
penderitaan di pulau ini agak berbeda: masalah air asin. Setelah berwudhu, kami
melaksanakan sholat berjamaah bersama beberapa bidadari yang ternyata sudah
berada di Musholla sejak tadi. Setelah sholat kami kembali ke penginapan.
Penginapan terlihat begitu ramai. Kami kembali terkumpul
setelah terpisah-pisah sebelumya. Di depan penginapan ada Ammank si “rocker”
yang selalu bersama gitar. Di ruang dalam nampak sebagian teman-teman lainnya
sedang menonton siaran live pertandingan bulu tangkis. Sebagian teman lainnya
berceloteh di kamar dan di bagian belakang penginapan.
Aku yang sejak tadi merasa gerah terpikirkan untuk mandi.
Tapi ketika mengingat air yang berasa asin dan terbatas itu, kemauanku untuk
mandi seakan sirna. Aku memutuskan untuk memebersihkan diri saja.
“Mawank, kamu ndag mau mandi?”
“Akh, ndag…” Jawab Mawan.
Aku akhirnya pergi bersama Syahrini ke sumur gelap tadi yang
digunakan membersihkan diri oleh teman-teman. Tak lupa kubawakan tas milik Ade
Sudrajat yang udah ia pesan sebelumya melalui Phank. Betapa baiknya
diriku. Oh no. Aku cuma kasihan akan Ade yang mungkin telah menjadi
santapan liar nyamuk nakal disana. Ternyata tidak. Ade disana terlihat
bergembira ber-show off dengan teman-temannya ketika kami datang.
Setelah Rini membersihkan diri, aku pun ikut join ber-show off di sumur
tersebut. Setelah mandi, aku dan Ade langsung balik ke penginapan.
Di penginapan, hidangan sederhana untuk makan malam telah
dihidangkan sejak tadi. Setelah berganti pakaian aku langsung bergabung
menikmati dinner malam itu ditemani Uni, Tanti, Eka Ag. dan beberapa
teman lainnya yang sejak tadi belum mem-finish dinner-nya. Makanannya
betul-betul terasa enak sekalipun dengan lauk sederhana seperti telur rebus dan
tahu. Setelah having dinner kami kembali menikmati keindahan Samalona
versi malam hari.
The Beautiful Night Ever
“Abdi…kesini, kita
nyanyi…” Lany mengajakku.
Di depan penginapan terlihat Lany dan Eka Asrianti tengah
asyik beristirahat di bale-bale. Setelah
mengambil gitar aku pun bergabung dengan mereka. Tak berapa lama muncul Idul,
juga Ade yang ikut menyumbangkan suaranya. Tembang demi tembang mengalun
bersama petikan gitar. She will be loved milik Maroon Five dan beberapa
lagu barat dan indonesia menjadi tembang terindah kami malam itu. Tary dan
Ahmad si “Smash Addict” juga ikut bergabung bersama kami. Ada juga Ammandk yang
siap menggantikan diriku memainkan gitar.
Malam semakin bergulir, berpacu bersama waktu, namun suasana
penginapan malah semakin ramai. Ramai dihiasi oleh “keributan” yang ditimbulkan
oleh para pemain domino (Ayhi Reza, dkk) di ruang tamu/tengah penginapan. Kami
yang berada di luar juga tengah asyik berbuat “keributan” dengan konser
kecil-kecilan kami.
“Yuk ke pantai..” Wansah dan kawan-kawan mengajak.
Konser tanpa aksi panggung itu akhirnya bubar. Bersama Wansah
dan beberapa teman lainnya, kami menuju pantai, menerobos kegelapan malam. Di pantai
ternyata telah menunggu Idul, Dilla Young, dan Tanti. Kami pun bergabung
bersama mereka.
Suasana pantai malam itu sungguh menabjubkan. Dari kejauhan
nampak kelap-kelip lampu kota Makassar yang begitu indah. Taburan
bintang-bintang di langit pun ikut meyemarakkan suasana. Aku benar-benar tidak
pernah melihat dan merasakan hal seperti ini sebelumnya. Wonderful!
Malam itu kebersamaan kami seakan-akan benar-benar terasa.
Canda dan tawa melengkapi kebersamaan kami.
“Kamu tahu apa bedanya bintang ama dirimu?” Salah seorang dari kami nyerocos.
“Gak tau…”
“Kalo bintang
bersinarnya di langit, tapi kalo kamu
bersinarnya di hatiku”
Semua orang tertawa terbahak-bahak.
“Kamu punya rumah nggak?
Aku punya tangga nih. Kalo kamu mau yuk kita bikin rumah
tangga.”
Luapan tawa kembali bergema. Malam itu acara “Raja Gombal”
sepertinya telah berpindah lokasi ke pulau Samalona. Betul-betul…
Tak berapa lama kami ber-joking
ria di pantai, Addank and the Backbone datang bergabung bersama kami dengan
membawa gitar dan salah satu vokalisnya. Satu demi satu lagu mengalun bersama
suara Addank and the Backbone, menghiasi indah malam itu. Tak lupa Addank juga mengabadikan
moment-moment kami tersebut dengan kameranya. Ayuni dan K’ Rahman juga sempat
mengabadikan pose mereka malam itu dengan latar kelap-kelip lampu kota
Makassar.
Malam semakin larut. Addank and the Backbone meninggalkan
kami bersama beberapa teman lainnya. Di pantai tinggallah Aku, Phank, Tary,
Tanti, Ahmad, Ammank, Ade, Wansah, Anna, Uny, Mawan, dan Ardillah. Kami
melanjutkan konser pantai malam itu. Ammank si “Rocker” tak ketinggalan petikan
gitarnya mengiringi lagu yang kami nyanyikan bersama. Satu per satu teman
meninggalkan kami. Tinggalah beberapa orang saja termasuk aku yang masih
bertahan menikmati semilir angin malam pantai Samalona. Gitar bersenar empat dari
Ammank akhirnya diserahkan kepadaku dan kami mulai melanjutkan konser part dua, konser puncak kami. Satu per
satu lagu mengalir bersama terpaan angin. Malam itu konser kami betul-betul amazing, jebolan finalis UIN Idol pun sampe kehabisan suara ketika menyanyikan
lagu “Selalu Ada” milik Black Out. Ckckck…Exaggerate.
Tak ketinggalan solo performace lagu Korea yang dibawakan oleh Ade Sulmi
Indrajat. Ada pula “Ariel Peterpen gadungan” yang ikut menyumbangkan lagu. Hhuh…
Beautiful night ever.
Kami akhirnya meninggalkan pantai, kembali ke penginapan.
Suasan penginapan masih ramai, malah lebih ramai dari sebelumnya. Beberapa
teman terlihat tengah asyik bermain domino. Mereka terbagi dalam dua grup.
Sebagian teman lainnya asyik menonton Indonesian
Idol. Ternyata mereka belum puas dengan konser yang digelar di pantai tadi.
“ Phank, mau kemana?”
“Mau pergi makan. Ndag
mau ikut?”
“Yuk..” Imbuhku.
“Jangan lupa bawa nasi bungkus.” Sambung Tary
Aku, Wansah, Tary, dan Phank langsung meninggalkan
penginapan. Satu per satu penginapan yang mempunyai warung kami check, mungkin saja masih ada warung
yang buka. Kami akhirnya menemukan satu warung yang masih buka.
“Bu, tolong buatkan mie kuah 3…”
“Iya, ada mie soto, ada juga rasa coto Makassar…”
“Saya coto Makassar…” Kata Wansah.
Tiga mangkok mie akhirnya dihidangkan. Kami makan ditemani
dengan sedikit penerangan dari handphone milik Phank. Setelah meyumbat perut
kami dengan “cacing tepung” tersebut, kami kembali ke penginapan.
Malam itu aku tidur di luar bersama Ade dan dua orang teman
Ardillah. Mengapa tidak, seluruh ruangan penginapan full terisi. Hanya ada sedikit spasi yang tersisa di ruang tengah
namun aku lebih memilih tidur di luar, di bale-bale. Aku masih ingin menikmati
angin malam Samalona sekalipun tidur malamku tersebut sempat diganggui oleh beberapa
nyamuk nakal yang hampir saja mengisap habis darah di kakiku. Exaggerate.
bersambung ke "Samalona; Aku dan Kalian (Bagian 3)
0 komentar:
Posting Komentar