Okumel
adalah sebuah desa yang bisa dikatakan cukup makmur, yang terletak di Liang
bagian selatan, Kabupaten Bangkep, Sulawesi Tengah. Desa ini juga merupakan
desa yang berkembang beberapa tahun terakhir ini. Tanda-tanda perkembangan desa
ini sebenarnya sudah dapat diprediksi sejak berdirinya Pasar Okumel. Pasar
merupakan hal yang vital bagi masyarakat dalam suatu daerah dalam rangka
menumbuh-kembangkan perekonomiannya. Di dalam pasar terdapat proses jual beli
antar masyarakat baik masyarakat yang tinggal di daerah tersebut maupun
masyarakat dari daerah lain yang datang berbelanja atau berdagang. Dengan
adanya Pasar Okumel, transaksi-transaksi ataupun pertukaran hal-hal baru mulai
tumbuh. Inilah yang menjadi tonggak awal perkembangan Desa Okumel, desa yang
menjadi tempat lahir saya, yang saya cintai.
Mengapa
bernama Okumel? Saya juga tidak tahu mengapa demikian. Bukannya saya buta akan
sejarah desa sendiri, namun kejelasan dari cerita masyarak tentang sejarah
Okumel belum saya dapat secara pasti. Tidak ada data-data yang dapat dijadikan
referensi terbaik untuk digunakan. Cerita-cerita yang didapat dari orang-orang
tua merupakan hal yang begitu penting namun ada berbagai versi yang
berbeda-beda dalam cerita sejarah Okumel. Inilah yang memberatkan hati saya
untuk menulis atau sekedar mengungkapkan sejarah Okumel itu sendiri. Jika saya
mengatakan ceritanya seperti begini, dan ternyata yang sebetulnya adalah
begitu, maka saya dapat dikatakan sebagai orang yang Ba soosoki, ini merupakan istilah orang-orang daerah sini, yang
menyatakan bahwa saya bertindak sembarangan dalam melakukan sesuatu. Tapi
setidaknya sedikit saya beberkan cerita tentang Okumel yang saya dapatkan
orang-orang. Ceritanya kurang lebih seperti berikut. Dikisahkan bahwa pada
jaman dahulu ada sebuah tumbuhan menjalar yang tumbuh di dusun Dambelas (ada
versi yang mengatakan di Air Uasan). Tumbuhan ini bisa dikatakan cukup unik
(kesimpulan dari pemahaman saya). Ia tumbuh dan melingkar pada sebuah batu.
Daun dari tumbuhan tersebut berasa dingin atau Kumel, dalam bahasa Banggai. Di bawah batu tempat menjalar tumbuhan
ini mengalir sungai dari mata air dan terus ke laut. Sifat dingin (kumel) dari
pohon inilah yang menjadi cikal bakal penamaan daerah yang dulunya masih berupa
hutan lebat ini, Okumel. Lho kenapa
masih ada satu huruf yang tertinggal? Ya, masih ada huruf “O”, O-kumel. Dari
cerita yang saya dengar, huruf “O” belum begitu pasti dari mana asal mulanya.
Bisa dikatakan bahwa ini mungkin merupakan istilah-istilah orang pada jaman
dahulu. Toh Bahasa mempunyai banyak
macam istilah-istilah tambahan ataupun logat.
Ada pula sumber lain yang mengatakan bahwa huruf “O” tersebut berasal dari pengucapan
orang Belanda (Dikatakan bahwa orang Belanda ketika berdialog dengan kaum
pribumi, selalu terbata-bata dan selalu mendahului sebuah kata dengan huruf
“O”). Huruf “O” pada pengucapan orang Belanda ditambah kata kumel menjadi “O-kumel”. Cerita ini belum
begitu pasti, mengingat orang-orang tua kita ketika bercerita, mereka sering
menggabungkan cerita asli dengan dongeng, sehingga sulit dipastikan kebenaran
cerita itu. Pada versi lain dikatakan bahwa yang bersifat dingin tersebut
adalah daun dari sebuah pohon (bukan tumbuhan menjalar). Ada juga yang
mengatakan bahwa tumbuhan tersebut menjalar pada sebuah pohon, bukan batu.
Okumel
merupakan desa yang berbatu-batu. Jika anda menengok ke arah kiri, maka anda
akan melihat bukit yang berbatu-batu. Tengok ke kanan maka anda akan tanah
berbatu-batu, begitu pula jika anda melihat ke depan dan belakang. Memang benar
potongan liriks suatu lagu yang mengatakan “Okumel lipu batuon, Okumel na
monondokan”, artinya Okumel merupakan daerah yang berbatu namun bagus. Tapi perlu
diketahui, Okumel tidak sebegitu berbatu seperti yang saya ilustrasikan di
atas, tengok ke kiri, kanan, depan dan belakang berbatu. Sungguh tidak
demikian. Saya mengatakan seperti diatas karena rasa iba saya terhadap Okumel,
rasa perduli,dimana Okumel sangat susah dalam pembangunan wilayah. Alasannya ya
karena Okumel dipenuhi bukit-bukit berbatu. Jika pembangunan wilayah
dilaksanakan, maka perlu alat-alat berat yang sudah mumpuni dan para
arsitek-arsitek yang mampu menyulap daerah yang sedemikian rupa menjadi daerah
yang indah, setidaknya menjadi daerah yang rata. Suatu waktu ketika saya sedang
menghayal tentang negeri saya ini, kadang-kadang saya menginginkan adanya penimbunan daerah
lautan di depan pasar Okumel (teluk Okumel) menjadi daratan sehingga dapat
digunakan sebagai lahan dalam perluasan pasar Okumel. Pelabuhan okumel akan
dibangun di depan Tanjung Okumel, sedikit ke depan dusun Bajo, karena disana
mungkin ada perairan yang sedikit dalam sehingga cocok untuk kapal-kapal besar
berlabuh. Ini semua untuk perkembangan desa Okumel. Namun ini hanya khayalan
saya saja, masih dalam mimpi. Kadang-kadang saya berharap ini bisa terwujudkan.
Oleh karena itu sangat dibutuhkan perwujudan, butuh tindakan.Sebuah kalimat
bijak mengatakan “Don’t just stand there,
do something”, maksudnya jangan cuma diam tapi lakukanlah sesuatu. Kita
akan melihat hasilnya jika kita mengerjakannya, mewujudkannya, bukan cuma
dengan kata-kata.
Perubahan
yang begitu signifikan sudah menghiasi hati seluruh masyarakat Okumel beberapa tahun
terakhir ini, pembangunan TK (Taman Kanak-kanak) Okumel pada 2010, hingga
berdirinya SMA swasta di tahun ini. Menurut saya, ini merupakan suatu perubahan
yang perlu dibanggakan. Sangat jarang daerah-daerah lain mampu melakukan ini,
mampu membangun SMA....bersambung.. :)
0 komentar:
Posting Komentar